Monday, March 1, 2010

menuai kearifan hidup melalui sastra lisan

Membicarakan kehidupan sastra secara keseluruhan tidak terlepas dari persoalan kesusastraan daerah, khususnya sastra lisan, yang merupakan warisan budaya daerah yang turun temurun dan mempunyai nilai-nilai luhur yang perlu dikembangkan dan dimanfaatkan dalam hubungan dengan usaha menangkal efek negatif globalisasi. Menurut Koentjaraningrat, nilai budaya itu merupakan konsep hidup di dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat mengenai hal-hal yang harus dianggap sangat bernilai di dalam kehidupan. Oleh karena itu, suatu sistem nilai budaya berfungsi sebagai pedoman aturan tertinggi bagi kelakuan manusia, seperti aturan hukum di dalam masyarakat. Nilai budaya itu biasanya mendorong suatu pembangunan spiritual, seperti tahan cobaan, usaha dan kerja keras, toleransi terhadap pendirian atau kepercayaan orang lain, dan gotong royong.

Yang dimaksud dengan sastra lisan adalah produk budaya lisan yang diwariskan dari generasi ke generasi melalui mulut, seperti ungkapan tradisional, pertanyaan tradisional, puisi rakyat, cerita rakyat, dan nyanyian rakyat. Usaha menggali nilai sastra lisan bukan berarti menampilkan sifat kedaerahan, melainkan penelusuran terhadap unsur kebudayaan daerah yang perlu dilaksanakan karena sastra daerah merupakan sumber yang tidak pernah kering bagi kesempurnaan keutuhan budaya nasional kita. Sastra lisan sebagai produk budaya sarat dengan ajaran moral, bukan hanya berfungsi untuk menghibur, melainkan juga mengajar, terutama mengajarkan nilai-nilai yang terkait dengan kualitas manusia dan kemanusiaan. Di samping itu, terkandung nilai budaya yang sifatnya universal di antaranya nilai keagamaan, nilai kesetiaan, nilai sosial, nilai historis, nilai moral, nilai pendidikan, nilai etika, dan nilai kepahlawanan.

Ada anggapan bahwa sastra tradisional pun memiliki manfaat yang tidak kalah pentingnya daripada sastra modern. Ayu Sutarto di dalam makalahnya yang berjudul "Hubungan Konsep Negara Bangsa serta Susastra Lisan Asia Tenggara" (2003) menegaskan adanya virus N-ach (Need for Achievement ’kebutuhan untuk berprestasi’) yang dapat tumbuh dari dongeng-dongeng masa lalu. Ditambahkan bahwa dongeng itu tidak hanya mengajarkan kearifan hidup kepada anak-anak, tetapi juga dapat menyuntikkan virus mental untuk membangun prestasi dalam kehidupan mereka.

Papua memiliki penduduk yang majemuk dan beragam suku bangsa. Kemajemukan dan keberagaman suku bangsa menjadikan wilayah ini kaya dengan sastra lisan. Sastra lisan mengandung nilai-nilai budaya, tumbuh dan berkembang sejalan pertumbuhan dan perkembangan masyarakatnya sehingga memegang peranan penting dalam pembentukan watak sosial masyarakat pendukungnya. Papua terdiri dari 248 suku bangsa yang berbeda dan memiliki kekayaan sastra lisan yang berkembang dalam masyarakat termasuk nilai-nilai yang menjadi prinsip hidup masyarakatnya.

Setiap suku yang berada di Papua memiliki sastra lisan tersendiri, oleh karena itu saya akan memberikan beberapa contoh kearifan lokal dari suku Biak dan suku Sentani. Contoh pertama adalah kearifan lokal dalam cerita rakyat Biak. Banyak perilaku sosial yang dapat dijadikan pedoman untuk kehidupan bermasyarakat, baik sekarang maupun untuk sekedar menengok latar belakang munculnya budaya dalam masyarakat Biak sekarang ini. Warisan budaya dalam hal pedoman berperilaku sosial dalam cerita Insrennanggi salah satunya dapat dicermati dari penyelenggaraan upacara fan nanggi. Upacara fan nanggi adalah upacara ritual yang dahulu biasa diselenggarakan apabila penduduk selesai memanen hasil kebun atau akan bepergian. Fan nanggi yang realitasnya adalah upacara yang identik dengan makan dilaksanakan sebagai tanda syukur atas hasil panen. Sebagai kearifan lokal, upacara ini baik untuk memupuk rasa sosial dalam diri masyarakat Biak. Dengan mengadakan upacara ini masyarakat dapat berbagi dengan masyarakat luas. Dalam struktur sosial yang lebih luas, upacara fan nanggi dapat menjalin rasa solidaritas dan kebersamaan sesama anggota masyarakat.
Kearifan lokal lainnya yang dapat ditemukan dalam cerita ini adalah dalam sistem mengolah makanan. Dahulu, sebelum Insrennanggi memperkenalkan api dan cara pengolahan makanan dengan menggunakan api sebagai medianya, masyarakat Biak mengkonsumsi makanan dengan pengolahan melalui sinar matahari. Setelah mendapat bimbingan dari insrennanggi, masyarakat Biak terutama Padaidori kemudian mengubah pola makan dan konsumsi makanan dengan mengolahnya terlebih dahulu sampai matang dengan menggunakan api. Cara mengolah makanan yang diperkenalkan Insrennanggi ini dikenal dengan istilah barapen.

Dalam masyarakat Sentani, kisah buyaka bure yeuboke ahuba (terjadinya danau sentani) mengungkapkan bahwa nilai hidup saling membantu merupakan naluri manusia dari dulu dan di mana saja dalam budaya apa saja, karena manusia adalah makhluk sosial yang hidupnya dalam kelompok dan saling membantu satu sama lain atau melakukan sesuatu bersama-sama.
Kisah Ebhire Kandeyre (Burung Murai dan Ikan Gabus) memiliki beberapa mutiara hikmah yang dapat dijadikan cermin agar semua pihak merenungkan makna filosofis yang terkandung dalam cerita leluhur untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari serta dalam kehidupan bermasyarakat pada umumnya.
1. Masalah disiplin
Cermin sikap disiplin nampak pada kebiasaan masyarakat yang selalu bangun setelah burung murai berkicau. Setiap hari burung murai berkicau menjelang munculnya fajar sehingga masyarakat harus segera bersiap-siap melaksanakan segala aktivitas dan usaha agar dapat memperoleh hasil yang maksimal. Burung murai juga menunjukkan perhitungan waktu, sehingga manusia diharapkan dapat mengatur waktu yang diberikan Tuhan untuk hal-hal bermanfaat agar memperoleh banyak berkat.
2. Masalah kerukunan
Kandey merupakan hewan kecil yang masih muda dan buaya merupakan hewan besar yang sudah tua. Kandey tidak takut terhadap buaya namun kandey menghormati buaya. Kandey berbakti kepada buaya dengan rajin membersihkan janggut sang buaya sehingga muncul rasa sayang di hati buaya. Walaupun pada dasarnya kandey dan buaya bermusuhan namun dengan adanya saling pengertian dan cinta kasih maka kerukunan dapat tercipta. Hubungan yang harmonis antara kandey dan buaya dapat kita terapkan dalam kehidupan bermasyarakat yang heterogen.
3. Masalah kekuasaan
Kandey merupakan lambang dari masyarakat kebanyakan sedangkan buaya mewakili orang yang kuat dan berpengaruh. Cerita tentang kebaikan kandey terhadap buaya juga dapat menjadi cermin masyarakat kecil yang tunduk kepada penguasa. Jika pemegang kekuasaan dapat mengendalikan diri dalam segala tindakan, niscaya akan timbul keharmonisan dengan masyarakat kecil. Dengan demikian akan muncul rasa percaya dari masyarakat kepada orang yang dituakan sehingga rakyat dengan sukarela akan berbakti dan melayani.
4. Masalah iri dengki
Perbedaan pendapat antara burung murai dan kandey tentang sosok buaya akhirnya menimbulkan kebencian dalam hati burung murai. Ketika kandey dan buaya dapat menjalin hubungan yang harmonis maka muncullah kebencian dan rasa iri di hati burung murai. Sikap iri dapat mucul karena keberhasilan pihak lain. Pada dasarnya perasaan iri dapat dikendalikan dengan belajar melihat suatu masalah dari sisi positif. Sedangkan untuk menghilangkan rasa dengki dari dalam hati adalah dengan tidak menganggap diri kita sebagai yang terbaik atau yang paling benar. Seandainya saja burung murai tidak iri dengki terhadap keharmonisan kandey dan buaya, pasti peristiwa kelam tentang penikaman mata kandey tidak pernah terdengar dan burung murai tetap menjadi burung cantik yang setia membangunkan masyarakat Sentani setiap pagi dengan cinta kasihnya.

Dengan mempelajari sastra lisan kita dapat memperluas wawasan dan pandangan masyarakat tentang nilai-nilai budaya Papua yang unik, dan bernilai positif. Secara politis, kearifan lokal yang terdapat dalam sastra lisan berguna bagi para pengambil kebijakan di tingkat provinsi maupun nasional, yaitu nilai-nilai sastra lisan ini dapat diperhitungkan dan dipergunakan sebagai salah satu alat pengontrol dalam kegiatan pembangunan fisik maupun nonfisik di Provinsi Papua khususnya dan di Indonesia umumnya.

5 comments:

  1. ado, ade ko pu posting mantap, memang pemerintah harus mengkaji tradisi lisan yanga ada di papua. sebab pembangunan jangan sampe salah arah, kearifan lokal yang ada di papua ini harus dijadikan landasan pembangunan masyarakat papua seutuhnya.

    salam papua
    tabeya

    ReplyDelete
  2. setuju, oleh karena itu mari bersama kita gali berbagai kearifan lokal yang ada di sastra lisan Papua....

    salam papua

    ReplyDelete
  3. omong kosong macam kam tau saja...

    ReplyDelete
  4. bukan omong kosong, saya hanya mencoba mempelajari kearifan yang ada dalam sastra lisan papua, ternyata ada dan cocok jika dijadikan anutan dan landasan dalam pembangunan berbasis adat....

    ReplyDelete
  5. Saya sangat bergirang hati bisa membaca berbagai hal seputar Papua. Salah satunya yang berkaitan dengan ranah sastra.

    Jika tertarik untuk obrol-obrol dan berbagi soal demikian, boleh juga gabung dengan komunitas kita di Grup FB: Komunikasi Sastra.

    Saleum

    ReplyDelete