Monday, March 1, 2010

Hubungan Putri Laut dengan Suku Norotoy, Cerita Rakyat Suku Ormu

( Diceritakan Kembali Oleh: Daniel Ebe)

Suku Norotoy dikenal sebagai manusia laut. Mereka percaya kalau semua jenis ikan itu memiliki nama. Ada nama jenis ikan yang diambil dalam hukum adat, yaitu teteruga (penyu). Jadi kalau mereka mendapatkan penyu dari laut, dagingnya tidak boleh mereka makan sendiri. Daging penyu itu harus dibagi kepada semua masyarakat di kampung. Pada saat mereka mendapatkan penyu dari laut, penyu itu langsung dibawa ke rumah ondoafi. Lalu pembantu-pembantu ondoafi itulah yang akan memotong dan membagi daging penyu itu kepada semua masyarakat kampung, semua masyarakat kampung juga harus mendapatkan bagian yang sama. Pembagian itu menggunakan ukuran batang lidi. Batang lidi dipotong-potong sebanyak jumlah masyarakat yang ada. Lalu dijadikan ukuran dalam pembagian daging penyu itu. Walaupun pembagian itu sedikit, tapi yang terpenting semua masyarakat mendapatkan bagian yang sama. Itulah tradisi yang dilakukan Suku Norotoy di Kampung Neichebe sampai sekarang. Suku yang paling banyak menikam penyu adalah Suku itu. Mereka juga sering menyumbang ikan untuk masyarakat kampung. Jadi sejak zaman nenek moyang Suku Norotoy ada, masyarakat kampung sudah menikmati ikan hasil tangkapan di laut.
Cerita tentang Putri Laut dan Suku Norotoy dimulai dari cerita sebuah keluarga. Kepala keluarga ini (si bapak) bernama Siriway, sedangkan istrinya bernama Sirimen. Nama-nama ini diambil dari nama-nama tanah yang mereka diami. Mereka memiliki dua orang, yang sulung bernama Baruway. Kehidupan keluarga ini setiap hari adalah mencari ikan dan berkebun di hutan. Mereka mencari ikan di pagi hari dan berkebun di siang hari. Pada zaman dulu, nelayan hanya menggunakan alat menikam untuk menangkap ikan. Mereka menikam ikan yang ada di pinggir-pinggir pantai dan dekat-dekat batu. Dulu mereka membuat alat penikam dari sejenis pohon pinang di hutan. Batang pohon itu dibelah-belah tipis sampai menyerupai kawat besi. Biasanya, kalau ada kayu yang hanyut di laut banyak ikan yang berenang di bawah kayu itu. Ikan-ikan akan berenang mengikuti arah kayu itu. Jadi para pencari ikan sudah tau kalau ada kayu yang hanyut, berarti banyak ikan yang berenang di sekitarnya.
Pada suatu ketika, Siriway melihat kalau ada sepotong kayu yang sedang terapung di laut. Dia segera mendayung perahu mendekati kayu itu. Lalu menikam ikan-ikan yang ada satu persatu. Pada zaman dahulu, orang-orang menyimpan kapur di suatu tempat. Tempat penyimpanan itu terbuat dari buah labu yang agak panjang. Buah labu itu banyak terdapat di hutan, bentuknya menyerupai koteka. Hanya ukurannya lebih kecil daripada koteka. Tempat kapur itu mengapung-apung mendekati perahu Siriway. Siriway mengabaikan tempat kapur itu, bahkan mengambil lalu membuangnya jauh-jauh dari tempatnya menikam ikan tadi. Namun tempat kapur itu tetap saja terapung dan terus mendekati perahu Siriway. Benda itu selalu muncul dimanapun Siriway menikam ikan. Sampai yang ketiga kalinya, Siriway memutuskan untuk membawa pulang tempat kapur itu ke rumahnya. Benda itu diletakkan di atas para-para perahu. Dia sengaja mengeringkan benda itu supaya bisa dipakainya lagi.
Sesampainya di rumah, dia langsung menyerahkan ikan tangkapannya kepada istrinya dan menyuruh istrinya untuk memasak ikan itu. Tempat kapur yang tadi dia simpan di atas perahu diletakkan di atas tikar dalam kamar tidurnya. Tikar-tikar orang dulu terbuat dari pelepah pohon sagu yang dikeringkan kemudian dijahit menjadi satu. Di dekat tempat tidur Siriway terdapat sebuah tempayan yang terbuat dari tanah liat. Tempat kapur itu lalu dia masukkan ke dalam tempayan itu.
Tidak lama kemudian, Sirinem memanggil suaminya untuk makan. Karena Sirinem sudah selesai memasak ikan dan membuat papeda. Setelah mereka sekeluarga makan bersama, mereka lalu berangkat ke kebun. Sesampainya di kebun, mereka langsung bekerja. Sementara bekerja, tiba-tiba mereka mendengarkan ada bunyi tifa dari kampung mereka. Mereka menyangka kalau di kampung mereka sedang ada pesta. Siriway langsung menyuruh istri dan anak-anaknya berkemas-kemas untuk segera kembali ke kampung. Setelah keluarga itu tiba di kampung, mereka tidak menemukan kalau ada yang sedang berpesta di kampung. Suasana di kampung masih sepi karena orang-orang kampung masih ada di kebun. Lalu mereka masuk ke dalam rumah mereka dan mendapati kalau keadaan rumah mereka sudah berubah. Tiba-tiba rumah mereka sudah tertata bersih, rapi, dan teratur. Makanan juga sudah tersaji di atas meja makan. Sehingga mereka langsung mandi dan makan makanan yang sudah tersedia itu. Kemudian mereka sekeluarga pergi tidur.
Tiba-tiba Siriway dikagetkan oleh suara kalau ada orang yang mengetuk-ngetuk tempat kapur tadi. Namun begitu dia terbangun, dia tidak mnemukan siapa-siapa. Lalu dia kembali tidur lagi. Siriway tidur sendirian, sedangkan istri dan anak-anaknya tidur di kamar yang sama. Dia mendengar ada suara orang mengetuk-ngetuk lagi, lalu keluarlah seorang perempuan dari tempat kapur tadi. Perempuan itu sangat cantik, kulitnya putih, dan rambutnya panjang. Perempuan itu duduk di atas tempayan tadi. Siriway terus bertanya-tanya dalam hati, ” darimana datangnya perempuan ini?” Dia hanya mendengarkan pembicaraan perempuan itu. Lalu perempuan itu tiba-tiba menghilang.
Keesokan harinya, Siriway melaut lagi seperti biasanya. Saat dia pulang, dia langsung menyerahkan hasil laut itu kepada istrinya untuk diolah. Namun pada saat makan bersama, Siriway makan sedikit dan mengaku sudah kenyang. Makanan yang telah disiapkan oleh istrinya disimpan untuk makan perempuan itu.
Setelah makan bersama, mereka sekeluarga berangkat ke hutan lagi. Kejadian yang sama seperti kemarin terulang lagi. Mereka mendengar kalau ada suara tifa dari kampung seperti orang yang sedang berpesta. Setelah mereka kembali ke rumah, mereka mendapati rumah mereka sudah rapi dan makanan juga sudah tersedia. Mereka jadi keheranan sendiri.
Hari berikutnya, kejadian aneh tersebut terulang lagi sampai Sirimen curiga kalau Siriway memiliki perempuan lain. Dia memaksa Siriway untuk mengaku, namun Siriway tetap menyangkal. Akhirnya Sirimen mencari akal. Dia menyuruh anak perempuannya untuk mengamati keadaan di rumahnya saat mereka berangkat ke hutan. Sirimen membohongi Siriway kalau anak perempuan mereka sedang sakit dan tidak bisa ikut ke hutan. Sewaktu mereka berangkat ke hutan, perempuan dari tempat kapur itu muncul. Dia mengerjakan semua pekerjaan rumah lalu memukul tifa seperti orang yang sedang berpesta. Anak perempuan Siriway menyaksikan semua gerak-gerik perempuan itu, lalu dia melaporkan semua kejadian yang dilihatnya kepada ibunya sewaktu pulang dari hutan.
Saat makan malam tiba, Sirimen memaksa suaminya untuk mengakui keberadaan perempuan itu. Akhirnya Siriway mengakuinya dan menikahi perempuan itu. Mereka semua tinggal bersama-sama di rumah itu. Ternyata perempuan itu adalah seorang putri laut yang menjelma menjadi seorang manusia. Perempuan itu sudah tidak bisa lagi kembali ke asalnya karena Siriway telah menyembunyikan tempat kapur tadi. Selain itu, keberadaannya juga sudah diketahui oleh banyak orang. Perempuan itu tinggal bersama Siriway dengan syarat bahwa Sirimen dan anak-anaknya tidak boleh menyebut kata ”anak setan” kepada anak-anak dari perempuan itu. Siriway menyanggupi.
Siriway dikaruniai dua orang anak dari perempuan itu, seorang laki-laki dan seorang lagi perempuan. Mereka tinggal bersama dalam satu rumah. Anak-anak mereka sering bermasalah ketika membagi pekerjaan cuci mencuci. Anak-anak Sirimen selalu membuat gara-gara terhadap anak-anak perempuan itu. Sampai pada akhirnya Sirimen marah dan menyebut kata-kata terlarang tersebut. Sesuai dengan kesepakatan antara Siriway dengan perempuan itu, begitu kata-kata itu terucap berarti rumah tangganya mereka berpisah. Perempuan itu pergi dari rumah dengan membawa anak laki-lakinya. Mereka terus berjalan menelusuri pantai dan tidak tahu kemana arah tujuan mereka. Siriway mengejar mereka ditemani oleh si Jaru, anjing kesayangan keluarga itu. Setelah si Jaru menemukan jejak perempuan itu dan putranya, si Jaru ikut berjalan mengikuti perempuan itu dan putranya. Siriway tetap menelusuri jejak mereka sampai pada akhirnya dia menemukan istri, putra, dan anjingnya itu. Namun diantara mereka sudah ada semacam hijab yang memisahkan mereka. Setelah perempuan itu berbicara dan menangis, tiba-tiba ombak besar datang menghantam dia, putra, dan anjingnya itu.
Sekarang tampak ada batu yang menyerupai bentuk seorang perempuan, anak kecil, dan seekor anjing di perbatasan kampung Yongsu. Bahkan kadang-kadang terdengar suara manusia yang menangis dan anjing yang mengaung kalau laut dalam keadaan tenang. Batu itu juga menunjukkan bahwa sejak dulu kala anjing adalah teman yang setia bagi Suku Norotoy, karena selalu menemani tuannya dalam semua keadaan baik susah maupun senang.

No comments:

Post a Comment