Friday, September 12, 2014

Asal Mula Sagu di Pulau Yonokhong


Diceritakan kembali oleh Siswanto
Nara Sumber Timotius Marweri (Ondoporo Waibu Iwa Iwa Yonokhong)

Pada zaman dahulu kala di pulau Yonokhong dan sekitarnya tidak ada sagu. Masyarakat pulau Yonokhong hanya memakan ikan umbi-umbian yang tumbuh di pulau dan sekitarnya. Masyarakat pulau Yonokhong merasa ada yang kurang dengan hidup mereka. Mereka ingin merasakan menu makanan yang berbeda selain umbi-umbian tersebut.  Ada alasan lain yang menyebabkan mereka ingin mencari sumber makanan lain.
            Sumber makanan yang berupa umbi-umbian hampir habis karena jumlah masyarakat yang tinggal di Yonokhong semakin banyak. Beberapa perwakilan masyarakat menghadap ondoporo Marweri untuk membicarakan sumber makanan mereka yang hamper habis. Setelah pertemuan dengan masyarakat selesai, ondoporo Marweri berusaha untuk memecahkan masalah yang tengah dihadapi oleh masyarakat di pulau Yonokhong. Ondoporo Marweri menggunakan hobatan yang dimilikinya menggundang seekor Kasuari raksasa untuk membawa bibit makanan yang berasal dari daerah sebelah barat. Kasuari raksasa itu bernama Mangkung Borakoi. Kasuari ini tinggal di daerah Sekori, Genyem.
            Kasuari Mangkung Borakoi merasa ada yang memanggilnya dengan kekuatan yang luar biasa. Kekuatan itu memanggilnya untuk membawa bibit makanan yang akan digunakan oleh masyarakat di sekitar danau. Kemudian Mangkung Borakoi mencabut bibit sagu yang banyak tumbuh di wilayah Sekori lembah Grime. Ada dua jenis sagu yang terdapat di Sekori ini. Pertama, sagu dengan kualitas tinggi dan berwarna putih bersih bernama sagu yeba poro. Yang kedua, sagu dengan kualitas kurang bagus karena batang dan pelepahnya banyak ditumbuhi duri. Bibit sagu yang telah berhasil dicabut itu kemudian ditaruh di atas punggung Kasuari. Mangkung Borakoi menempuh jalan sesuai dengan keinginan ondoporo Marweri.
            Mangkung Borakoi berlari dengan kecepatan yang luar biasa. Sambil berlari ia menjatuhkan satu per satu bibit sagu yang berada di punggungnya. Ia mulai menjatuhkan bibit sagu ketia ia sudah berada di daerah Borawai.   Sagu yang jatuh disertai dengan makhluk halus yang menunggu sagu. Kelak jika ada masyarakat yang hendak menokok sagu maka masyarakat harus berkomunikasi dengan makhluk halus penunggu sagu. Semakin baik komunikasi yang dilakukan maka semakin banyak sagu yang dapat di tokok oleh masyarakat.
            Mangkung Borakoi melanjutkan perjalanannya menuju Yakonde, Sosori, Dondai, dan Yonokhong. Sagu yang berada di punggung kasuari satu persatu dijatuhkan ke tempat-tempat yang banyak mengandung air di sekitar danau. Ketika sampai di Yonokhong ia juga menjatuhkan banyak sekali bibit sagu. Ia sempat berhenti sejenak di Butouw Pataouw, ia kemudian berlari kencang menuju Toware. Berat badan Mangkung Borakoi yang diikuti dengan kecepatan larinya menyebabkan terjadinya cekungan yang memanjang antara Butouw Patouw hingga pertengahan Toware. Cekungan itu dengan cepat terisi oleh air danau dan menyebabkan terjadinya kali Denggui.
            Mangkung Borakoi terus berlari menuju ke arah timur melalui Netar dan Asei. Bibit sagu dengan kualitas terbaik (yeba poro) habis ketika ia hendak meninggalkan Netar. Bibit sagu yang tersisa hanya bibit sagu dengan kualitas kedua yaitu sagu duri. Ia akan terus berlari hingga semua bibit sagu yang berada di punggungnya habis. Rute yang dilalui oleh mangkung borakoi yaitu Borawai, Yakonde, Sosiri, Dondai, Yonokhong, Toware, Netar, Asei, Melai, Isele (Waena), Yoka, Nafri, Injros, Tobadij, Kajopulow, hingga ke Fonong.
            Demikianlah kisah tentang asal mula sagu di Pulau Yonokhong. Mangkung Borakoi yang telah berjasa menyebarkan bibit sagu ini akhirnya menghilang tanpa diketahui ke mana rimbanya setelah tugas yang diembannya selesai.

No comments:

Post a Comment