Diceritakan
kembali oleh Siswanto
Nara Sumber
Timotius Marweri (Ondoporo Waibu Iwa Iwa Yonokhong)
Pada
zaman dahulu kala di pulau Yonokhong dan sekitarnya tidak ada sagu. Masyarakat
pulau Yonokhong hanya memakan ikan umbi-umbian yang tumbuh di pulau dan
sekitarnya. Masyarakat pulau Yonokhong merasa ada yang kurang dengan hidup
mereka. Mereka ingin merasakan menu makanan yang berbeda selain umbi-umbian
tersebut. Ada alasan lain yang
menyebabkan mereka ingin mencari sumber makanan lain.
Sumber makanan yang berupa
umbi-umbian hampir habis karena jumlah masyarakat yang tinggal di Yonokhong
semakin banyak. Beberapa perwakilan masyarakat menghadap ondoporo Marweri untuk
membicarakan sumber makanan mereka yang hamper habis. Setelah pertemuan dengan
masyarakat selesai, ondoporo Marweri berusaha untuk memecahkan masalah yang
tengah dihadapi oleh masyarakat di pulau Yonokhong. Ondoporo Marweri
menggunakan hobatan yang dimilikinya
menggundang seekor Kasuari raksasa untuk membawa bibit makanan yang berasal
dari daerah sebelah barat. Kasuari raksasa itu bernama Mangkung Borakoi. Kasuari
ini tinggal di daerah Sekori, Genyem.
Kasuari Mangkung Borakoi merasa ada
yang memanggilnya dengan kekuatan yang luar biasa. Kekuatan itu memanggilnya
untuk membawa bibit makanan yang akan digunakan oleh masyarakat di sekitar
danau. Kemudian Mangkung Borakoi mencabut bibit sagu yang banyak tumbuh di
wilayah Sekori lembah Grime. Ada dua jenis sagu yang terdapat di Sekori ini. Pertama,
sagu dengan kualitas tinggi dan berwarna putih bersih bernama sagu yeba poro.
Yang kedua, sagu dengan kualitas kurang bagus karena batang dan pelepahnya
banyak ditumbuhi duri. Bibit sagu yang telah berhasil dicabut itu kemudian
ditaruh di atas punggung Kasuari. Mangkung Borakoi menempuh jalan sesuai dengan
keinginan ondoporo Marweri.
Mangkung Borakoi berlari dengan
kecepatan yang luar biasa. Sambil berlari ia menjatuhkan satu per satu bibit
sagu yang berada di punggungnya. Ia mulai menjatuhkan bibit sagu ketia ia sudah
berada di daerah Borawai. Sagu yang
jatuh disertai dengan makhluk halus yang menunggu sagu. Kelak jika ada
masyarakat yang hendak menokok sagu maka masyarakat harus berkomunikasi dengan
makhluk halus penunggu sagu. Semakin baik komunikasi yang dilakukan maka
semakin banyak sagu yang dapat di tokok oleh masyarakat.
Mangkung Borakoi melanjutkan
perjalanannya menuju Yakonde, Sosori, Dondai, dan Yonokhong. Sagu yang berada
di punggung kasuari satu persatu dijatuhkan ke tempat-tempat yang banyak
mengandung air di sekitar danau. Ketika sampai di Yonokhong ia juga menjatuhkan
banyak sekali bibit sagu. Ia sempat berhenti sejenak di Butouw Pataouw, ia
kemudian berlari kencang menuju Toware. Berat badan Mangkung Borakoi yang
diikuti dengan kecepatan larinya menyebabkan terjadinya cekungan yang memanjang
antara Butouw Patouw hingga pertengahan Toware. Cekungan itu dengan cepat
terisi oleh air danau dan menyebabkan terjadinya kali Denggui.
Mangkung Borakoi terus berlari
menuju ke arah timur melalui Netar dan Asei. Bibit sagu dengan kualitas terbaik
(yeba poro) habis ketika ia hendak meninggalkan Netar. Bibit sagu yang tersisa
hanya bibit sagu dengan kualitas kedua yaitu sagu duri. Ia akan terus berlari
hingga semua bibit sagu yang berada di punggungnya habis. Rute yang dilalui
oleh mangkung borakoi yaitu Borawai, Yakonde, Sosiri, Dondai, Yonokhong, Toware,
Netar, Asei, Melai, Isele (Waena), Yoka, Nafri, Injros, Tobadij, Kajopulow,
hingga ke Fonong.
Demikianlah kisah tentang asal mula
sagu di Pulau Yonokhong. Mangkung Borakoi yang telah berjasa menyebarkan bibit
sagu ini akhirnya menghilang tanpa diketahui ke mana rimbanya setelah tugas
yang diembannya selesai.
No comments:
Post a Comment