Informan Nomensen Ongge
Diceritakan kembali oleh Siswanto
honong
yo honong yo honong wauw gauw yora mewande
mewande
mewande honong wauw gauw yo ra mewande
iuwga
yo rayjo iuwga neay ray neay yo ra mewande
mewande
mewande iuwga neay ray neay yo ra mewande
kami
datang dari kampung honong wauw gauw
kami
datang kami datang dari kampung honong
iuwga
yo ray jo kami datang
iuwga
ray ray neay kami datang
Menurut cerita
turun temurun bahwa pada zaman dahulu berdiamlah satu suku terbesar di kaki
gunung Fonong/Honong di Timur PNG. Suku terebut adalah suku Heram yang
dikepalai oleh seorang ondofolo.
Pada suatu ketika ondofolo menghimpun seluruh suku dan berkata “sudah lama bahkan
bertahun-tahun kita hidup di ini tetapi kita belum tahu pasti berapa jumlah
penduduk kita. Untuk mengetahuinya, kita harus adakan pesta adat yang sangat
besar. Semua kepala suku harus mengerahkan semua masyarakatnya untuk menyiapkan
atribut tarian. Kecil-besar, tua muda harus menghias diri dengan atribut
terebut. Putra tertua dan putri tertua harus memakai bulu burung cendrawasih di
kepalanya”.
Semua persiapan sudah dilakukan, para kepala suku melaporkan kepada ondofolo bahwa pesta adat sudah bisa
dimulai. Hari untuk merayakannya disepakati bersama dan pesta adatpun
dirayakan. Selama pesta ini dirayakan semua kepala suku harus menghitung jumlah
anggota keluarganya kemudian melaporkannya kepada ondofolo.
Bertepatan dengan dimulainya pesta adat, putra ondofolo jatuh sakit sehingga tidak melihat atribut tarian
seperti apa yang dipakai oleh kawan laki-laki dan perempuan.
Putra ondofolo tidak bisa jalan karena sakit bisul di pahanya, membuat
dia demam dan menahan sakit di kamarnya. Karena ingin melihat pagelaran tarian
adat dan pesta adat yang sangat ramai, terpaksa ia merayap keluar dari kamarnya
ke pintu depan. Begitu dia melihat perhiasan bulu burung kuning di kepala
setiap anak sulung, iapun ingin memilikinya. Ia minta tolong teman-temannya
untuk mencarikan burung cenderawasih untuknya, tetapi tidak ada yang mau
mencarikannya. Akhirnya dengan kekecewaan yang sangat dalam ia memanggil pelayan
datang padanya, iapun memerintahkan pelayan untuk membuat busur dan panah yang
berukuran kecil/sedang. Sesudah siap dikerjakan pelayan membawanya dan
menyerahkan kepada putra ondofolo.
Pada hari berikutnya, ia meminta bantuan ibunya untuk membakar sagu untuknya.
Ibunya heran dan bertanya kepadanya “Untuk apa ibu membakar sagu tersebut?”
Dengan kecewa ia menjawab bahwa teman-temannya tidak mencarikan burung
kuning untuknya, jadi ia sendiri yang harus mencari burung kuning tersebut.
Hari masih subuh ia merayap mengambil busur dan anak panah kemudian duduk
dan melukai/memanah bisul besar di pahanya sehingga pecah. Sesudah darah dan
nanah mengering, kakinyapun terasa ringan dan bisa berjalan, ia pun memanggil
ibunya. Katanya kepada ibunya, “Berikan busur dan panah saya serta umumkan
kepada masyarakat yang mau mengikuti saya ke arah barat. Saya dan pengikut saya
akan membuat pemukiman baru di sana”.
Dengan kepemimpinan putra ondofolo sekumpulan masyarakat mulai berjalan bergerak ke arah
barat. Dalam perjalanan putra ondofolo bertemu dengan seekor ular naga yang sangat besar. Waktu
hendak membunuhnya, ia mengatakan pada putra ondofolo bahwa dia bisa menjadi petunjuk jalan. Mereka berjalan
mengikuti ular naga dan sampai di tepi danau Sentani. Setibanya di pinggir danau mereka duduk di punggung ular naga
kemudian menyeberang mengarungi danau.
Akhirnya dalam perjalanan, ular naga kelelahan, mulai lemas
dan akhirnya tenggelam antara kampung Asei dan Ayapo. Dalam peritiwa ini ada
yang tenggelam dan meninggal dunia tetapi ada pula yang selamat sampai di pulau
dan bermukim di sana.
Menurut kepercayaan daerah setempat, lokasi tenggelamnya ular naga dianggap
sebagai tempat keramat. Sudah menjadi tradisi, kalau ada buih putih berbentuk
ular naga mengapung dilokasi tersebut pertanda bahwa salah satu ondofolo Heram akan meninggal dunia. Sesudah ondofolo meninggal dunia, buih putih yang berbentuk ular naga
dengan sendirinya hilang.
Perlu diketahui bahwa yang termasuk suku Heram adalah Masyarakat kampung
Asei, Ayapo, Asei Kecil (Kleublouw), Kampung Harapan, Waena dan Yoka.
No comments:
Post a Comment