Friday, December 7, 2012

Perjalanan Masyarakat Heram Ke Pulau Ohei/Asei


Informan Nomensen Ongge
Diceritakan kembali oleh Siswanto

honong yo honong yo honong wauw gauw yora mewande
mewande mewande honong wauw gauw yo ra mewande
iuwga yo rayjo iuwga neay ray neay yo ra mewande
mewande mewande iuwga neay ray neay yo ra mewande

kami datang dari kampung honong wauw gauw
kami datang kami datang dari kampung honong
iuwga yo ray jo kami datang
iuwga ray ray neay kami datang

Menurut cerita turun temurun bahwa pada zaman dahulu berdiamlah satu suku terbesar di kaki gunung Fonong/Honong di Timur PNG. Suku terebut adalah suku Heram yang dikepalai oleh seorang ondofolo.
Pada suatu ketika ondofolo menghimpun seluruh suku dan berkata “sudah lama bahkan bertahun-tahun kita hidup di ini tetapi kita belum tahu pasti berapa jumlah penduduk kita. Untuk mengetahuinya, kita harus adakan pesta adat yang sangat besar. Semua kepala suku harus mengerahkan semua masyarakatnya untuk menyiapkan atribut tarian. Kecil-besar, tua muda harus menghias diri dengan atribut terebut. Putra tertua dan putri tertua harus memakai bulu burung cendrawasih di kepalanya”.
Semua persiapan sudah dilakukan, para kepala suku melaporkan kepada ondofolo bahwa pesta adat sudah bisa dimulai. Hari untuk merayakannya disepakati bersama dan pesta adatpun dirayakan. Selama pesta ini dirayakan semua kepala suku harus menghitung jumlah anggota keluarganya kemudian melaporkannya kepada ondofolo.
Bertepatan dengan dimulainya pesta adat, putra ondofolo jatuh sakit sehingga tidak melihat atribut tarian seperti apa yang dipakai oleh kawan laki-laki dan perempuan.
Putra ondofolo tidak bisa jalan karena sakit bisul di pahanya, membuat dia demam dan menahan sakit di kamarnya. Karena ingin melihat pagelaran tarian adat dan pesta adat yang sangat ramai, terpaksa ia merayap keluar dari kamarnya ke pintu depan. Begitu dia melihat perhiasan bulu burung kuning di kepala setiap anak sulung, iapun ingin memilikinya. Ia minta tolong teman-temannya untuk mencarikan burung cenderawasih untuknya, tetapi tidak ada yang mau mencarikannya. Akhirnya dengan kekecewaan yang sangat dalam ia memanggil pelayan datang padanya, iapun memerintahkan pelayan untuk membuat busur dan panah yang berukuran kecil/sedang. Sesudah siap dikerjakan pelayan membawanya dan menyerahkan kepada putra ondofolo.
Pada hari berikutnya, ia meminta bantuan ibunya untuk membakar sagu untuknya. Ibunya heran dan bertanya kepadanya “Untuk apa ibu membakar sagu tersebut?”
Dengan kecewa ia menjawab bahwa teman-temannya tidak mencarikan burung kuning untuknya, jadi ia sendiri yang harus mencari burung kuning tersebut.
Hari masih subuh ia merayap mengambil busur dan anak panah kemudian duduk dan melukai/memanah bisul besar di pahanya sehingga pecah. Sesudah darah dan nanah mengering, kakinyapun terasa ringan dan bisa berjalan, ia pun memanggil ibunya. Katanya kepada ibunya, “Berikan busur dan panah saya serta umumkan kepada masyarakat yang mau mengikuti saya ke arah barat. Saya dan pengikut saya akan membuat pemukiman baru di sana”.
Dengan kepemimpinan putra ondofolo sekumpulan masyarakat mulai berjalan bergerak ke arah barat. Dalam perjalanan putra ondofolo bertemu dengan seekor ular naga yang sangat besar. Waktu hendak membunuhnya, ia mengatakan pada putra ondofolo bahwa dia bisa menjadi petunjuk jalan. Mereka berjalan mengikuti ular naga dan sampai di tepi danau Sentani. Setibanya di pinggir  danau mereka duduk di punggung ular naga kemudian menyeberang mengarungi danau.
Akhirnya dalam perjalanan, ular naga kelelahan,  mulai lemas dan akhirnya tenggelam antara kampung Asei dan Ayapo. Dalam peritiwa ini ada yang tenggelam dan meninggal dunia tetapi ada pula yang selamat sampai di pulau dan bermukim di sana.
Menurut kepercayaan daerah setempat, lokasi tenggelamnya ular naga dianggap sebagai tempat keramat. Sudah menjadi tradisi, kalau ada buih putih berbentuk ular naga mengapung dilokasi tersebut pertanda bahwa salah satu ondofolo Heram akan meninggal dunia. Sesudah ondofolo meninggal dunia, buih putih yang berbentuk ular naga dengan sendirinya hilang.
Perlu diketahui bahwa yang termasuk suku Heram adalah Masyarakat kampung Asei, Ayapo, Asei Kecil (Kleublouw), Kampung Harapan, Waena dan Yoka.

No comments:

Post a Comment