Tuesday, May 24, 2016

MASA DEPAN CERITA RAKYAT PAPUA





PA




:
PEMBINAAN BAHASA DAN SASTRA DI RRI JAYAPURA

MASA DEPAN CERITA RAKYAT PAPUA

Pada kesempatan yang membahagiakan ini, kita akan berbincang bersama-sama mengenai  “Masa Depan Cerita Rakyat Papua. Bapak Siswanto selaku narasumber dari Balai Bahasa Provinsi Papua telah hadir di studio. Selamat pagi, Pak.
NS
:
Selamat pagi, dan selamat pagi juga bagi pendengar setia RRI yang berada di seluruh tanah Papua..
PA
:
Topik pembicaraan kita pagi ini adalah “Masa Depan Cerita Rakyat Papua”. Sebelum pembahasan kita melangkah jauh menggapai masa depan cerita rakyat Papua, dapatkah Pak Sis menjelaskan tentang kondisi nyata suku bangsa papua dari kacamata balai bahasa?
NS
:
Menurut Dinas Kebudayaan Provinsi Papua tahun 2014 mengemukakan bahwa jumlah suku bangsa yang ada di tanah papua berjumlah 248 suku bangsa yang terdiri dari 272 bahasa daerah. Dari 248 suku bangsa ini tentu saja memiliki kebudayaan, adat-istiadat, dan sastra lisan yang berbeda pula. Menurut penelitian Balai Bahasa Provinsi Papua hingga 2015 ini telah terdokumentasikan 307 bahasa daerah yang ada di Tanah Papua. Dari hasil penelitian ini juga dapat diketahui bahwa bahasa-bahasa yang memiliki penutur di bawah 500 dikategorikan dalam status di ambang kepunahan. Jika dipersentasekan maka jumlah bahasa yang berada di ambang kepunahan berjumlah 30%. Bahkan ada dua suku yang kini sudah tidak memiliki bahasa daerah lagi. Yang pertama Amyu yang berada di Arso Timur, Keerom dan yang kedua suku Mer atau Miere di Teluk Etna, Kaimana. Kedua suku itu masih ada namun masyarakatnya sudah tidak dapat menuturkan bahasa daerah mereka. Ada pepatah mengatakan bahwa “bahasa menunjukkan bangsa”. Jika bahasa telah punah maka bangsa pun lambat laun akan punah, dan yang ikut terbawa punah yaitu kebudayaan dalam hal ini adalah cerita rakyat.
PA
:
Wah, begitu ya. Sayang sekali jika sebuah kebudayaan mesti musnah. lalu bagaimana kaitan antara cerita rakyat dan keberlangsungan nasibnya?
NS
:
Salah satu sifat cerita rakyat yang utama terletak pada cara penyampaiannya. Cerita rakyat disampaikan melalui cara penuturannya. Ia dituturkan dari individu kepada individu yang lain atau sekumpulan individu yang lain, misalnya seorang bapak akan menuturkan kepada anaknya dan seterusnya. Cerita rakyat lazimnya disampaikan secara lisan dari satu generasi kepada generasi yang lain. Generasi tua akan menyampaikan sebuah cerita kepada anak cucu mereka.
Seperti masyarakat yang lain di dunia ini masyarakat Papua juga mempunyai cerita rakyat. Cerita rakyat ini diturunkan secara lisan dari satu generasi kepada satu generasi lain karena mereka tidak mempunyai tradisi dan sistem tulis. Kelemahan sistem lisan ini apabila tidak dilakukan terus-menerus atau turun-temurun makan rangkaiannya akan terputus. Lambat laun cerita rakyat akan hilang dan punah. Terlebih lagi jika masyarakat yang menuturkan cerita rakyat itu ikut punah maka punahlah pula cerita rakyat itu.
PA
:
Pak Sis, sebenarnya seberapa penting cerita rakyat itu sehingga layak untuk diwariskan pada anak cucu kita?
NS
:
Para pendahulu setiap masyarakat di manapun selalu menanamkan nilai-nilai dan konsepsi-konsepsi yang kemudian diyakini sebagai blue-print yang menjadi penuntun dalam perjalanan hidupnya. Nilai dan konsepsi itu menjadi pedoman dalam tingkah laku. Tingkah laku setiap individu dan kelompok dan ekspresi-ekspresi simbolik mereka telah banyak diteliti oleh para ahli ilmu-ilmu sosial untuk melihat lebih jauh proses dan tujuan pewarisan nilai dan konsepsi tersebut dilakukan. Clifford Geertz mengatakan bahwa sistem pewarisan konsepsi dalam bentuk simbolik merupakan cara bagaimana manusia dapat berkomunikasi, melestarikan, dan mengembangkan pengetahuan dan sikapnya terhadap kehidupan. Salah satu sarana pewarisan nilai dan konsepsi adalah cerita rakyat, yaitu kisah atau dongeng yang lahir dari imajinasi manusia, khayalan manusia tentang kehidupan mereka sehari-hari.
PA
:
Lalu apa fungsi cerita rakyat yang dapat dipetik oleh para pendengar atau pembacanya?
NS
:
Setiap cerita rakyat memiliki fungsi dan tujuan yang hendak disampaikan kepada masyarakatnya. Fungsi dan tujuan dapat berbeda-beda sesuai dengan pandangan masyarakat, alam dan lingkungannya. Setidaknya cerita rakyat memiliki tiga fungsi, yaitu 1) fungsi hiburan, 2) fungsi pendidikan, dan 3) fungsi penggalang kesetiakawanan sosial.
Cerita rakyat jelas merupakan suatu bentuk hiburan. Dengan mendengarkan cerita rakyat sepeti dongeng, mite atau legenda, kita sekan-akan diajak berkelana ke alam lain yang tidak kita jumpai dalam pengalaman hidup sehari-hari. Para penuturnya pun sering mempunyai kecenderungan untuk mengembangkan cerita yang pernah didengarnya dengan jalan menuturkan fantasinya sendiri. Dengan demikian cerita itu pada satu pihak menyebar secara luas di kalangan masyarakat dalam bentuk dan isi yang relatif tetap karena kuatnya si penutur pada tradisi, tetapi pada lain pihak juga banyak mengalami perubahan, karena hasratnya untuk menyalurkan angan-angannya serta cita rasanya sendiri.
PA
:
Di awal penjelasan tadi Pak Sis sudah mengatakan jika sebuah suku bangsa punah maka semua perangkat kebudayaan yang di dalamnya terdapat cerita rakyat juga ikut punah. Yang menjadi pertanyaan saya, apakah ada penyebab lain yang menyebabkan cerita rakyat mengalami proses kepunahan?
NS
:
Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari narasumber dalam beberapa penelitian kami dan instansi-instansi lain, cerita rakyat dalam kalangan masyarakat Papua sedang mengalami proses kepunahan. selain generasi tua yang banyak menyimpan pengetahuan mengenai cerita rakyat semakin pupus kerana faktor alami juga karena generasi muda tidak mempunyai minat untuk mendengar cerita rakyat dan tidak mampu untuk mewarisi cerita-cerita rakyat yang dimiliki oleh masyarakat. Selain itu, tidak ada pihak dalam masyarakat yang bertanggungjawab dan berusaha untuk melestarikan tradisi bercerita yang pada zaman dahulu pernah menjadi bagian dari cara hidup masyarakat.
Secara garis besar, terdapat dua faktor yang turut memberi peran dalam proses kepunahan cerita rakyat masyarakat Papua, yakni faktor manusia dan faktor keahadiran teknologi.
PA
:
Bagaimana manusia yang notabene pemilik cerita rakyat dapat menyebabkan punahnya cerita rakyat mereka sendiri?
NS
:
Sikap seseorang memainkan peranan penting dalam kehidupan. Sikap masyarakat menentukan keadaan sesuatu masyarakat. Maka ketika cerita rakyat masyarakat Papua semakin redup maka hal yang dapat dikaitkan dengannya ialah sikap masyarakat Papua yang tidak dapat memepertahankan cerita rakyat mereka. Dewasa ini, masyarakat menganggap cerita rakyat adalah sebuah mitos.
Mitos (mite), adalah cerita prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjadi setelah dianggap suci oleh empunya. Mite ditokohkan oleh dewa atau makhluk setengah dewa. Peristiwanya terjadi di dunia lain atau bukan di dunia yang seperti kita kenal sekarang ini dan terjadi di masa lampau. Mite merupakan suatu cerita yang mempunyai latar belakang sejarah, dipercayai oleh masyarakat sebagai cerita yang benar-benar terjadi, dianggap suci, banyak mengandung hal-hal yang ajaib, dan umumnya ditokohi oleh dewa. Latar ceritanya terjadinya di dunia lain atau di dunia yang bukan seperti dikenal sekarang. Dengan demikian, kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dari mite begitu saja, meskipun kebenaran suatu mite belum tentu memberikan jaminan dan bisa dipertanggungjawabkan.
PA
:
Lalu apa yang salah dengan mitos, bukankah dengan mempelajari mitos kita dapat menjadikannya sebagai bahan untuk memerkokoh nilai-nilai sosial budaya dan juga terdapat ajaran etika dan moral?
NS
:
Benar sekali, Pak. Namun, kini, cerita rakyat yang berupa mitos dianggap sebagai dongeng dan hanya sekadar untuk hiburan semata. Generasi muda memandang cerita rakyat sebagai cerita dongeng dan mitos semata-mata, dan tidak mempunyai nilai. Mereka menganggap semua adat dan tradisi nenek moyang itu sudah ketinggalan zaman. Seperti halnya salah satu suku yang berada di perbatasan Merauke (penelitian bulan Maret 2015), generasi tua mengeluhkan generasi muda yang tidak lagi berusaha untuk mempelajari bahasa dan adat istiadat suku mereka. Sikap tersebut mengakibatkan peninggalan nenek moyang mereka berupa sastra lisan semakin dilupakan dan terus lenyap dibawa oleh arus modernisasi.
PA
:
Apakah proses asimilasi turut berperan serta dalam proses kepunahan cerita rakyat?
NS
:
Tepat sekali. Masyarakat Papua terdiri dari multi etnik. Ada beberapa suku yang dominan di segi jumlah daripada suku yang lain. Hal ini dapat saja memengaruhi pola kehidupan suku lain yang tidak dominan dalam segi jumlah. Keadaan seperti ini dinamakan sebagai asimilasi budaya, yaitu jika suatu budaya minoritas dipengaruhi oleh budaya mayoritas.
Kun Maryati dan Junju Suryawat (2001) menyatakan bahwa asimilasi adalah suatu proses sosial berupa usaha-usaha untuk mengurangi perbedaan antara individu atau kelompok untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Asimilasi timbul apabila kelompok-kelompok manusia yang berbeda budaya saling bergaul dan menyesuaikan diri agar tidak terdapat jurang perbedaan yang nyata antara dua kelompok. Dalam proses asimilasi, kumpulan minoritas akan meninggalkan budaya mereka dan menerima budaya mayoritas.
Dalam masyarakat Papua, proses asimilasi yang dapat dilihat adalah perkawinan capur antarsuku yang ada di Tanah Papua atau antarsuku Papua dengan suku pendatang dari luar papua. Tradisi perkawinan adat (acara yang menggunakan tradisi adat) tidak dapat dilakukan karena adanya perbedaan suku kedua pasangan. Setelah menikah, adat istiadat yang melekat dalam proses kelahiran, pemberian nama, syukuran, dan lainnya juga tidak dapat dilakukan lagi. Atau bisa saja misalnya si suami lebih dominan maka prosesi adat dapat mengikuti si suami. Apabila salah satu bagian lebih dominan dari yang lain, banyak tradisi dalam satu pihak akan turut terkikis. Lahirlah sekarang yang namanya Jamer (Jawa-Merauke), koya (Komen-Jawa), Cina Serui, Mujair (muka Jawa-Irian), dan lain-lain.
Sementara itu, masyarakat Papua disebut sebagai masyarakat transisional yaitu masyarakat yang mengalami pergeseran ciri-ciri lokalnya seiring dengan melebarnya batas-batas interaksi dan batas pengetahuan mereka. Intensitas hubungan sosial yang semakin meningkat memacu perubahan bentuk-bentuk kewajiban sosial antaranggota masyarakat akibat meluasnya batas-batas solidaritas sosial. Meskipun kepemimpinan lokal masih dianggap penting, hubungan dengan dunia luar telah menyebabkan melemahnya keyakinan tentang sesuatu yang bersifat magis dan supernatural.
NS
:
Apa dampak nyata dari proses asimilasi ini Pak Sis?
PA
:
Kita akan kehilangan penutur asli. Ketika proses asimilasi berlangsung terus-menerus maka tidak akan ada lagi masyarakat asli penutur bahasa-bahasa di Papua. Misalnya ayahnya orang Biak, ibunya orang Sentani, lalu anaknya terlahir menjadi suku apa. Memang benar ia orang Papua tapi identitas kebangsaannya apa, karena ia tidak dapat menunjukkannya sebagai orang Biak ataupun orang Sentani. Hal ini pun berakibat pada menurunnya jumlah penutur asli cerita rakyat. Kehilangan penutur asli ini juga menjadi faktor proses kepunahan cerita rakyat karena cerita rakyat ini akan turut hilang bersama penuturnya.
PA
:
Pak Sis, bagaimana dengan faktor teknologi?
NS
:
Dewasa ini, perkembangan teknologi moden semakin pesat. Teknologi yang diterima oleh masyarakat Papua seperti televisi, radio, cakram padat (CD), internet dan sebagainya adalah salah satu kemajuan positif yang dapat dirasakan bagi masyarakat Papua. Pengaruh teknologi modern inilah yang memiliki peranan yang paling dominan dalam proses percepatan kepunahan cerita rakyat. Saat ini, anak-anak dan orang dewasa akan menonton televisi untuk mendapatkan hiburan atau mendengar radio untuk mengetahui informasi. Penggunaan media lisan tidak lagi berfungsi sebagai media utama menyampaikan informasi dalam masyarakat.
Secara tidak langsung, cara tradisi lisan yang digunakan pada zaman ketika dahulu tidak lagi digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Aktivitas bercerita pun tidak lagi dilakukan disebabkan adanya media elektronik seperti televise dan radio yang lebih memonopoli dibanding dengan tradisi lisan.
PA
:
Saya benar-benar prihatin jika memang demikian kenyataannya. Kemudian, Pak Sis, apakah ada upaya untuk merevitalisasi cerita rakyat Papua agar masa depannya tidak lagi suram?
NS
:
Tidak mudah memang melakukan revitalisasi cerita rakyat dalam sebuah percaturan dunia global di mana proses sosial terus mengalir meninggalkan warisan-warisan budaya lokal. Namun demikian, negosiasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi harus terus dilakukan. Negosiasi antara yang lokal dan yang global mengambil bentuk penyesuaian-penyesuaian lokalitas dalam interaksinya dengan globalitas. Salah satu langkah positif yang telah ditempuh pemerintah, termasuk Balai Bahasa Provinsi menyangkut penyesuaian itu adalah mengangkat kembali cerita rakyat dari level lokal menjadi nasional, kemudian global, melalui publikasi dan alih bahasa isi cerita ke dalam bahasa-bahasa Internasional. Dengan mengglobalnya cerita rakyat Papua, maka segenap lapisan masyarakat dari berbagai kawasan di Indonesia dan dunia dapat mengenalinya dan menjadikannya sebagai salah satu unsur pembentuk identitas global.
PA
:
Pak Sis, Pembicaraan kita kali ini menarik sekali. Tentunya masih banyak lagi hal lain yang bisa kita gali dari cerita rakyat yang ada di Papua ini. Sebagai penutup dapatkah bapak memberikan simpulan tentang pembicaraan kita di pagi ini?
NS
:
Secara keseluruhan, cerita rakyat masyarakat Papua merupakan manifestasi kehidupan, pandangan hidup serta lambang jati diri masyarakat Papua. Cerita rakyat mengandung ajaran tentang nilai dan budaya yang unik. Namun, cerita rakyat masyarakat Papua ini sedang mengalami Proses kepunahan disebabkan oleh faktor sikap manusia dan kemajuan teknologi. Mari kita bersama melestarikan cerita rakyat Papua dengan cara terus menuturkannya pada anak cucu kita.